Informasi

  • Market Update
    April 22, 2020 06:59

    Beberapa peristiwa penting global maupun domestik yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir menunjukan gambaran bahwa dunia akan mengalami resesi. Beberapa sumber memberitakan bahwa pandemi global saat ini akan berdampak lebih besar daripada Global Financial Crisis 2008. Berikut merupakan beberapa hot issue global dan domestik yang kami rangkum.


    Outlook Rating Surat Utang Indonesia Turun


    Pada 17 April 2020, lembaga pemeringkat surat utang internasional Standard & Poor’s (S&P) merevisi outlook surat utang Indonesia menjadi negatif dari outlook stabil di Mei 2019. Kendati demikian S&P masih mempertahankan Sovereign Credit Rating di BBB (Investment Grade). Faktor pandemi global covid-19 menjadi trigger meningkatnya risiko fiskal dan posisi eksternal pemerintah. Di awal tahun, Peringkat surat utang Indonesia masih dipertahankan oleh Fitch Ratings dan Moody’s masing-masing BBB dan Baa2 dengan outlook stabil sementara Japan Credit Rating Agency (JCRA) menaikkan rating. Tidak menutup kemungkinan, kedepan rating surat utang bisa saja kembali turun jika kondisi perekonomian terus memburuk. Turunnya outlook surat utang pemerintah merupakan sentimen negatif bagi pasar obligasi.


    China Mulai Recovery?


    Kuartal I 2020 pertumbuhan ekonomi China tercatat anjlok -6,8% dari sebelumnya mampu tumbuh 6% di Kuartal IV 2019 akibat coronavirus. China melakukan lockdown selama kurang lebih 2 bulan untuk mencegah penyebaran yang lebih besar membuat aktivitas ekonomi terhenti. Terpukulnya perekonomian China membuat ekonomi global kemungkinan akan tumbuh negatif di 2020. IMF merevisi outlook pertumbuhan ekonomi global tahun 2020 dari sebelumnya 3% menjadi -3%. Kendati demikian, di kuartal II ini aktivitas ekonomi di negara tirai bambu tersebut sudah mulai pulih sehingga kami memperkirakan di kuartal II akan mengalami secara perbaikan terbatas. Aktivitas bisnis belum akan pulih seperti sediakala dan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan domestik sementara ekspor-impor masih akan tertahan selama pandemi global masih berlangsung.


    Gelontoran Stimulus diberikan, UST 10y Turun


    AS merupakan negara dengan jumlah kasus coronavirus terbanyak di dunia mencapai 764.265 kasus dan terus bertambah (20/4). Jumlah pengangguran di AS kini terus meningkat, 22 juta orang yang mengajukan tunjangan akibat terganggunya aktivitas ekonomi karena covid-19. Pemerintah AS kini terus menggelontorkan likuiditas ke pasar untuk mendukung perekonomian. Setelah melakukan “emergency rate cuts” ke level 0,25% dari 1,75% di awal tahun, FED kembali mengeluarkan kebijakan pembelian surat utang dalam jumlah yang tak terbatas. Dampak dari kebijakan ini, pasar obligasi AS rally dan yield menurun. Kondisi berbeda dengan pasar obligasi domestik dimana dana investor asing sepanjang kuartal I 2020 telah keluar hingga lebih dari 130 trilyun. Imbal hasil surat utang pemerintah tenor 10 tahun naik dan berimbas pada pelemahan nilai tukar serta turunnya cadangan devisa.


    Harga Minyak Dunia Anjlok


    Seperti yang telah kita ketahui dampak dari meluasnya pandemi menyebabkan aktivitas ekonomi lumpuh. Tiap negara melakukan pembatasan bahkan menutup akses aktivitas masyarakat baik dalam skala domestik maupun internasional atau yang kita kenal dengan istilah “lockdown”. Kontrak futures minyak bulan Mei jenis WTI (West Texas Intermediate) secara mengejutkan diperdagangkan hingga minus (-US$37/ barel). Hal ini disebabkan anjloknya permintaan serta penuhnya penyimpanan. Kami melihat harga minyak masih sangat sulit untuk kembali naik dalam jangka pendek karena oversupply. Aktivitas ekonomi yang turun memukul permintaan minyak sementara pengurangan produksi masih belum optimal ditambah penuhnya inventori minyak yang sudah penuh.



    Bagaimana Menyikapi Kondisi Ini?

    Saham maupun obligasi terkoreksi begitu dalam ditengah pandemi coronavirus di 2020 yang diproyeksikan akan membawa ekonomi global ke jurang resesi. Saham terkoreksi lebih dari 30% sementara obligasi pemerintah dengan benchmark 10 tahun kini kembali ke level 8% dari sebelumnya 6,5% 2019. Investor asing terus melakukan net sell dipasar baik saham maupun obligasi domestik dan memburu safe heaven asset seperti emas, dollar, surat utang AS dan sebagainya. Secara valuasi IHSG di perdagangkan pada level P/E yang sudah cukup murah. Level imbal hasil surat utang diatas 8% dengan predikat Investment Grade merupakan “undervalued”.


    Berawal dari perkiraan kami bahwa coronavirus ini bersifat “sementara” terlebih beberapa sumber mulai mengabarkan vaksin mulai di uji coba dan berhasil. Perlu di ingat bahwa dari setiap peristiwa tentunya terdapat pihak yang dirugikan dan diuntungkan. Beberapa sektor yang menurut kami diuntungkan dari peristiwa ini diantaranya sektor telekomunikasi dan kesehatan. Bagi investor jangka panjang peristiwa ini merupakan sebuah peluang yang bagus untuk investasi.


    Hal yang wajar ketika ekonomi lesu/turun akan berimbas pada fundamental dan kinerja perusahaan. Oleh karenanya diperlukan pemilihan saham-saham yang memiliki fundamental bagus dengan valuasi yang murah. Selain itu, selisih imbal hasil obligasi pemerintah dengan AS kini terus meningkat diatas level normal (rata-rata) di 500bps. Kini selisih bertengger di level 700 an basis poin dan merupakan level yang dapat dipertimbangkan untuk mulai menyicil masuk pasar obligasi. Jika pandemi usai, aktivitas ekonomi akan berangsur pulih dan moneter masih akan longgar hingga ekonomi membaik. Namun sebagai penutup, kira-kira kapan pandemi ini selesai?



    Disclaimer on.


  • PRODUK
    FEF FOSTER EQUITY FUND
    FFI FOSTER FIXED INCOME
  • RISET
    December 04, 2023 09:37
    Di Amerika Serikat (AS), Ketua The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell mengatakan pada hari Jumat bahwa bank sentral akan bertindak "hati-hati"
    July 24, 2023 09:27
    Di tengah kondisi lingkungan geopolitik yang kompleks dan momen pemulihan pasca Covid-19, China berada di kondisi ekonomi yang kurang baik. Serangkaian